Longsor Ciwidey
Begitu pula dengan musibah di Kampung Dewata. Bencana ini tak hanya menyedot perhatian dan membuat terkejut masyarakat Jawa Barat, tetapi hampir seluruh masyarakat di tanah air. Setidaknya 45 jiwa menjadi korban dan sekitar 27 rumah serta 6 bangunan fasilitas umum lainnya diterjang material longsoran. Atas kejadian ini, Wakil Presiden Boediono menyempatkan diri meninjau ke lokasi bencana.
Adakah kesamaan antara kedua longsor tersebut? Keduanya memiliki jenis dan karakteristik yang sama yaitu aliran material bahan rombakan (debris flow) terdiri atas area sumber material longsoran, jalur aliran, dan area pengendapannya.
Longsor di Ciwidey, berawal dari lereng sangat terjal, bahkan mendekati tegak dan terletak di bagian paling atas tubuh tanah longsornya. Tempat ini merupakan sumber utama material yang longsor (source area), yang tersusun atas tanah residual hasil pelapukan breksi vulkanik, bercampur dengan berbagai vegetasi yang tumbuh di atasnya. Mahkota longsoran yang seakan membentuk lengkungan dengan lebar mencapai tiga puluh meter dan gawir yang sangat terjal hingga tegak dengan tinggi mencapai dua puluh meter, tampak di lokasi bencana.
Material yang longsor lebih lanjut telah meluncur melalui jalur alur lembah yang merupakan tempat biasanya air mengalir (flow track), baik air yang bersumber dari mata air maupun limpasan air hujan. Sepanjang alur lembah ini, material bahan rombakan mengalir menuju bagian paling bawah sambil menggerus sepanjang sisi kiri dan kanan lembah (lateral erosion), sehingga sesampai di kaki lereng, volume material longsoran tampak jauh lebih banyak. Aliran material ini dapat berlangsung cepat hingga sangat cepat bergantung pada kemiringan jalur alur lembah dan viskositas atau tingkat kekentalan materialnya. Tidak mengherankan bila aliran material longsoran sering terlihat membelok mengikuti jalur alur lembah yang ada. Jalur alur lembah material longsoran di Kampung Dewata mencapai sepanjang lebih dari delapan ratus meter.
Di bagian paling bawah jalur alur lembah, material longsoran umumnya menyebar ke segala arah. Pada tempat inilah penduduk biasa bermukim, sehingga bencana akibat proses ini pun dapat terjadi. Area pengendapan material ini biasanya diawali adanya tekuk lereng (foot slope), yaitu tempat terjadinya perubahan dari morfologi yang dibentuk oleh lereng yang miring ke morfologi lereng yang lebih landai. Dalam longsor di Kampung Dewata, endapan material ini bisa mencapai lebih dari tiga meter, sehingga hampir dipastikan dapat menutupi rumah-rumah yang telah diterjangnya.
Penyebab
Dari deskripsi karakteristik tanah longsor jenis aliran material bahan rombakan, tersirat dengan jelas berbagai faktor yang boleh jadi menyebabkan terbentuknya tanah longsor di Kampung Dewata, Ciwidey.
Secara alamiah, setiap lereng berpotensi longsor dan semakin terjal lereng, potensi terjadinya longsor semakin tinggi. Kondisi kemiringan lereng yang sangat terjal atau hampir tegak mengontrol terbentuknya longsoran awal. Kondisi ini diperparah tebalnya tanah residual yang menyusun lereng. Terlebih, sifat batuan dasar yang relatif lebih kedap dari tanah residualnya, juga mengontrol terbentuknya tanah longsor. Adanya mata air di bagian bawah gawir mahkota longsoran awal ini telah memberikan indikasi adanya kenaikan tekanan pori yang cukup berarti pada bidang keruntuhannya.
Curah hujan yang cukup tinggi pada beberapa minggu terakhir tidak mungkin lepas sebagai faktor pemicu terjadinya longsor ini. Meskipun tutupan lahan tidak berubah, penurunan tegangan efektif akibat kenaikan tekanan pori oleh infiltrasi air hujan akan memberikan kontribusi yang cukup berarti pada proses terbentuknya longsoran. Oleh karena itu, massa tanah seakan tidak kuat lagi menopang dirinya sendiri, apalagi berat massanya juga telah bertambah oleh infiltrasi air hujan.
Pemahaman akan jenis, karakteristik, dan faktor-faktor penyebab tanah longsor merupakan aspek mendasar dalam usaha-usaha pematauan. Tanpa itu semua, usaha-usaha pemantauan sering kurang berhasil guna. Pemantauan tanah longsor jenis aliran material bahan rombakan harus difokuskan di area sumber material longsoran utama. Area ini umumnya menempati tempat-tempat dengan kemiringan lereng yang terjal hingga sangat terjal. Adanya retakan-retakan di bagian kepala long- soran perlu diwaspadai. Retakan ini terkadang tidak kasat mata, tetapi sering dapat dikenali dari perilaku daya infiltrasi air yang lebih tinggi di bagian tersebut. Apabila longsoran awal memiliki pergerakan yang cukup lambat hingga sedang atau bahkan bertahap, gejala-gejala penyerta lainnya mudah dikenali, antara lain dengan adanya pohon-pohon atau tiang-tiang yang condong ke arah bagian bawah lereng, atau adanya lendutan (bulging) pada kaki lereng yang terkadang disertai kemunculan zona rembesan atau mata air.
Melalui usaha-usaha pemantauan, adanya potensi longsor seharusnya bisa diketahui secara lebih dini. Pertanyaan yang sering muncul, siapakah yang seharusnya melakukan pemantauan ini? Saat ini, tentunya setiap individu dewasa diharapkan dapat turut berkontribusi terhadap pemantauan ini, terutama bagi mereka yang tinggal di lokasi rawan bencana longsor.
Mitigasi
Seperti halnya pemantauan, mitigasi longsor harus didasari akan pemahaman jenis, karakteristik, dan faktor-faktor penyebab longsor itu sendiri, sehingga mitigasi yang dilakukan akan menjadi lebih terarah.
Terkait dengan jenis tanah longsor berupa aliran material bahan rombakan, mitigasi dapat dilakukan baik di area sumber material longsoran utama, jalur aliran, dan bahkan di area pengendapan materialnya. Di area sumber material longsoran utama, mitigasi bencana lebih ditekankan pada pencegahan terjadinya longsor, dengan melakukan perlindungan dan penguatan lereng apabila diperlukan. Sepanjang jalur aliran, perlu dibuat konstruksi penghalang laju material rombakan yang memperhatikan estimasi volume material dan kemiringan alur lembah, misalnya dengan membangun beberapa dam di sepanjang alur tersebut. Adapun di area pengendapan, mitigasi dapat dilakukan melalui penataan lokasi permukiman sedemikian rupa sehingga material longsoran tidak akan menerjang lokasi permukiman, atau melalui pembuatan konstruksi pemecah aliran material longsoran sebelum mencapai lokasi permukiman.
Selain secara struktural, mitigasi juga dapat dilakukan secara nonstruktural, antara lain dengan melakukan berbagai sosialisasi guna meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap potensi bencana longsor di sekitarnya. Masyarakat sebaiknya mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari sesuai dengan jenis, karakteristik, dan faktor-faktor penyebab tanah longsor di sekitarnya.
Curah hujan yang tinggi diperkirakan masih akan terus berlangsung hingga beberapa bulan ke depan. Untuk itu, tidak ada salahnya kita semua menaruh waspada terhadap kondisi lereng-lereng di sekitar kita, atau akankah kita biarkan longsor berikutnya terjadi dengan begitu saja?***
Penulis, anggota Kelompok Keilmuan Geologi Terapan FITB-ITB, Ketua Program Studi Sarjana Teknik Geologi FITB-ITB, dan Ketua Divisi Geologi Rekayasa-IAGI.
Hits: 169
No Comments