Enter your keyword

Ganasnya Longsor dan Aliran Bahan Rombakan

Ganasnya Longsor dan Aliran Bahan Rombakan

Ganasnya Longsor dan Aliran Bahan Rombakan

Kolom Wacana

Pikiran Rakyat

Sabtu (Kliwon) 5 Januari 2019

28 Rabiul Akhir 1440 H

Oleh : Dr. Eng. Imam Achmad Sadisun, ST, MT

Wakil Dekan Bidang Akademik FITB-ITB

Koordinator Riset Longsoran, Pusat Penelitian Mitigasi Bencana ITB dan ketua Masyarakat Geologi Teknik Indonesia IAGI

Serasa masih belum sirna kesedihan ibu pertiwi akibat dirundung dasyatnya bencana tsunami Selat Sunda, Sabtu, 22 Desember 2018. Pada pengunjung tahun 2018, kembali ibu pertiwi dikejutkan dengan datangnya longsor di kampong Cimapag, Desa Sinarresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Kedua bencana ini telah menyedot banyak perhatian dan seakan sudah diatur, keduanya pun terkait dengan longsoran.

Longsor atau yang sering kali dikenal sebagai tanah longsor atau gerakan tanah, secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu proses bergeraknya material-material pembentuk lereng ( batu, tanah, atau bahan rombakan campuran keduanya) secara gravitasional menuju bagian bawah suatu lereng, lalu mengapa longsoran dapat menimbulkan bencana?

Pada hakikatnya, longsor akan terjadi apabila material-material pembentuk lereng keseimbanganannya terganggu. Secara umum, longsor biasanya akan lebih banyak dijumpai pada llereng-lereng yang terjal. Dalam proses kejadiannya, gaya gravitasi bumi seakan menarik material-material pembentuk lereng untuk meluncur kebagian bawah lereng.

Semakin terjal lereng, gaya gravitasi semakin kuat, sehingga longsor pun semakin mudah terjadi. Dengan demikian tidak mengherankan jika longsor lebih banyak terjadi di wilayah perbukitan dan pegunungan daripada di wilayah dataran.

Selain gaya gravitasi, masih banyak factor lain yang mememngaruhi terjadinya longsor, antara lain yaitu curah hujan yang tinggi, gempa bumi, pengalian di lereng-lereng yang terjal, dan penggundulan hutan.

Longsoryang tepatnya terjadi di kampong Cimapag, setidaknya telah merengut 35 korban jiwa, 14 di antaranya belum ditemukan. Sekitar 30 unit rumah yang dihuni 32 keluarga telah diterjang oleh keganasan limpahan materialnya. Tak hanya itu, longsoran ini juga telah merusak berhektare-hektare areal perkebunan dan persawahan.

Mengapa banyak korban? Pengalaman telah membuktikan bahwa longsoran yang diikuti oleh aliran bahan rombakan (debris flow) seringkali menimbulkan banyak korban. Masih ingatkah kita akan longsoran di Kampung Dewata, Ciwidey sekitar 8 tahun lalu? Setidaknya 45 jiwa meninggal dan 30 unit rumah telah diterjang oleh limpahan materialnya.

Contaoh kasus lainnya, longsor jemblung di Kabupaten Banjarnegara yang terjadi pada bulan Desember empat tahun yang lalu, telah menelan setidaknya 139 korban jiwa dan 35 rumah rusak berat akibat terjangan limpahan aliran bahan rombakan. Maka tak mengheranka, longsoran dan aliran bahan rombakan di Cisolokmini juga telah merengut banyak korban.

Karakteristik Longsoran

Longsoran yang diikuti oleh aliran bahan rombakan (defris flow) banyak terjadi diwilayah perbukitan dan pegunungan . Wilayah ini umumnya memiliki lereng-lereng yang terjal hingga sangat terjal.

Tampak cukup jelas bahwa longsoran di kampong cimapag, sumber utama materialnya (source area) berawal dari bagian atas lereng. Tempat inilah yang sebenarnya terganggu kesetimbangan atau kesetabilan lerengnya.

Tanah residual hasil pelapukan breksi vulkanik, yang bersipat jauh lebih lunak dan lepas bila dibandingkan dengan batuan dasarnya, mendominasi material pembentuk lereng di bagian ini. Sifat batuan dasar yang relative lebih kedap dari tanah residualnya, sangat berpotensi menjadi bidang gelincir.

Hujan yang cukup deras saat kejadian, bahkan diawali dari beberapa hari sebelumnya, sangat mempengaruhi terbentuknya longsoran di wilayah ini. Meskipun tutupan lahan masih tampak hijau, kenaikan pori oleh infiltrasi air hujan telah memberikan kontribusi yang sangat berarti pada proses terbentuknya longsoran. Massa tanah seakan sudah tidak kuat lagi menopang dirinya sendiri, apabila beratnya juga telah bertambah akibat penjenuhan oleh adanya infiltrasi air hujan tersebut.

Mahkota longsoran yang seakan membentuk lengkungan dengan gawir yang sangat terjal, tampak jelas terlihat dibagian lereng atas lokasi bencana. Jejak luncujran material longsor (flow track) juga terlihat jelas, yaitu melalui lembah-lembah tempat biasanya air mengalir. Massa tanah yang relative jenuh air seakan mengalir menuju lereng bagian bawah, sambil mengerus sepanjang sisi lembah (lateral erosiaon), sehingga volumenya tampak jauh semakin banyak.

Aliran bahn rombakan dapat berlangsung cepat hinga sangat cepat, bergantung pada kemiringan jalur alur lembah dan viskositas atau tingkat kekentalannya. Maka tidak mengherankan bila jejaknya sering kali terlihat membelok, mengikuti jalur alur lembah-lembah yang ada.

Pada lereng bagian bawah atau dikenal dengan area deposisi (depositional area), aliran bahan rombakan umumnya akan menyebar kesegala arah. Area ini biasanya ditandai oleh adanya tekuk lereng, yang membatasi morfologi lereng yang relative terjal terhadap morfologi lereng yang landau. Pada area inilah Kampung Cimapag berada, sehingga bencana akibat proses ini pun telah terjadi. Bahan rombakan tampak setinggi rumah, tercatat setidaknya mencapai 4 meter sehingga hamper dipastikan dapat meluluhlantakan rumah-rumah yang diterjangnya.

Sejauh ini usaha-usaha untuk pencarian korban yang belum ditemukan masih terus dilakukan. Yang perlu diwaspadai di sini adalah kemungkinan adanya longsoran susulan, karena lereng-lereng sepanjang jalur alur lembah, sering kali dalam kondisi belum sepenuhnya stabil. Apalagi hujan yang masih terus menerus turun saat dilakukan pencarian ini. Akan hal ini, kewaspadaan akan bahaya longsor susulan harus terus mendapat perhatian.

Tanda-tanda Longsor

Potensi longsor seharusnya dapat di identifikasi secara dini. Setiap kejadian longsor, umumnya diawali dengan tanda-tanda yang menyertainya. Sebagai contoh, timbulnya retakan-retakan di bagian lereng atas, harus segera diwaspadai. Pada posisi retakan-retakan inilah mahkota longsoran nantinya akan terbentuk.

Adanya retakan-retakan ini, infiltasi air hujan menjadi lebih cepa. Terbentuknya retakan-retkan bias anya disertai dengan indikasi lainnya yang sering kali lebih mudah dikenali, yaitu pohon-pohon atau tiang-tiang yang condong relative kearah lerengbawah. Adanya lendutan (bulging) longitudinal di bagian lereng bawah, menambah keyakinan akan adanya potensi longsor. Apalagi disertai dengan kemunculan rembesan-rembesan air secara tiba-tiba pada bagian ini.

Dalam proses selanjutnya, longsor-longsor dalam skala kecil umumnya terbentuk terlebih dahulu. Longsor-longsor kecil seringkali membuat keruhnya air yang mengalir melalui lembah-lembah yang ada. Inilah tanda-tanda akan bahaya longsor yang diikuti oleh aliran bahan rombakan berarti sudah makin dekat.

Berbagai upaya untuk mencegah terhadap kemungkinan terjadinya bencana longsor, sangat mungkin dilakukan. Sebisa mungkin, tanda-tanda menyertai akan terjadinya longsor dikenali secara dini dan cermat. Upaya untuk mengenali tanda-tanda ini sering kali dikenal sebagai pemantauan longsor (land slide monitoring).

Lalu siapa yang harus melakukan pemantauan ini? Hal yang cukup sulit dalam pemantauan longsor adalah kejadiannya yang sering kali hanya pada satu tempat saj, padahal wilayah potensinya cukup luas. Dengan demikian setiap masyarakat yang tinggal di wilayah yang berpotensi longsor, diharapkan dapat turut serta dalam kegiatan pemantauan ini. Untuk itu masyarakat diharapkan dapat mengenali dengan baik dan segera bertindak, apabila tanda-tanda yang menyertai akan terjadinya longsor ini terlihat.

Pembelajaran

Tentunya tidak hanya berhenti di sini saja, upaya pemantauan ini sebaiknya juga diikuti dengan kegiatan mitigasi bahaya longsor secara lebih luas lagi, baik yang bersifat stuktural maupun non stuktural. Terkait dengan hal ini, pemahaman tentang jenis, karakterristik, dan factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor, menjadi aspek yang sangat fundamental.

Satu jenis longsoran tertentu, misalnya jatuhan batu (rock fall), sudah seharusnya mendapatkan perlakuan yang berbeda, dibandingkan dengan jenis longsoran lainnya, katakanlah aliran bahan rombakan (debris flow). Seperti halnya manusia, longsor pun punya anatomi, dari kepala hinggakaki beserta bagian-bagiannya, yang terkadang sulit untuk dikenali. Berbagai factor yang memengaruhi terjadinya longsor pun sebaiknya juga dipahami dengan sebaik dan secermat mungkin.

Tanpa itu semua, kegiatan mitigasi yang dilakukan, sering kali kurang berhasil guna. Dengan kata lain, melalui pemahaman tentang jenis, karateristik, dan factor-faktor yang memengaruhi terjadinya longsor, kegiatan mitigasi akan menjadi lebih baik dan terarah.

Jadi pada hakekatnya longsor tidak akan menimbulkan bencana, tetapi ketidakmauan kita untuk memahami dan menanganinyalah yang sebenarnya akan menimbulkan bencana.

Hits: 203

No Comments

Post a Comment

Your email address will not be published.

EnglishIndonesia