Teknologi Hijau
ISU lingkungan yang semula sekadar wacana pada 1950-an, justru di awal milenium ini muncul menjadi isu global. Seketika semua pihak kembali mengintrospeksi apa yang telah dilakukan terhadap lingkungan hidup yang notabene menjadi tempat kehidupan makhluk dan tempat memperoleh semua kebutuhan akan sumber daya.
Memang dalam mempertahankan kehidupan, manusia tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan hidupnya. Manusia selalu bergantung dan berinteraksi dengan lingkungan hidupnya secara terus-menerus (Bintarto,1983). Dari hubungan timbal balik manusia dengan lingkungan hidupnya, dalam hal ini ekosistem, manusia memperoleh pengalaman, sehingga ia akan mendapatkan gambaran atau citra terhadap lingkungan hidup. Dari perjalanan dan pengalaman manusia, seseorang akan mendapatkan petunjuk tentang berbagai hal yang diharapkan dari lingkungan hidupnya. Tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak boleh diperbuat terhadap lingkungan sekitarnya.
Indonesia mengalami dua permasalahan utama yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Pertama, permasalahan lingkungan hidup yang disebabkan kemiskinan akibat dari pertumbuhan penduduk yang tinggi. Kedua, masalah lingkungan hidup berkaitan dengan perusakan dan pencemaran lingkungan yang disebabkan aktivitas manusia yang sering disebut dengan pembangunan.
Harus diakui, pembangunan selama ini dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi, pemerataan hasil pembangunan, dan terjaminnya stabilitas nasional. Namun, pola ini oleh praktisi lingkungan hidup, Emil Salim, dianggap sudah tidak layak lagi. Saat ini, dibutuhkan pola pembangunan yang berkelanjutan. Gerak pembangunan tidak hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun juga mempertimbangkan kelestarian lingkungan hidup. Tujuannya agar setiap kegiatan yang mengatasnamakan kesejahteraan umum tidak lagi menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan hidup.
Ada beberapa hal yang patut menjadi renungan dan pemikiran semua pihak. Hutan hujan tropis yang sudah jauh dari bentuk aslinya karena ulah manusia. Peningkatan lapisan gas CO2 di atmosfer dan penipisan lapisan ozon, sehingga menyebabkan pemanasan bumi.
Pemanasan global mengancam kerusakan terumbu karang di kawasan segitiga terumbu karang (coral triangle ) di enam negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Kepulauan Salomon, Papua Nugini, Timor Leste, dan Philipina. Kerusakan segitiga terumbu karang ini dikhawatirkan merusak kehidupan masyarakat lokal yang berada di sekitarnya. Indonesia sebagai negara yang memiliki kawasan terumbu karang terluas di dunia, yakni 51.000 km persegi atau 20% dari luas terumbu karang dunia, namun sekitar 50% dalam kondisi rusak parah.
Kondisi serupa pun terjadi pada lahan hutan mangrove di Indonesia. Sekitar seperempat hutan dari 4,5 juta hektare mangrove di Indonesia kondisinya memprihatinkan. Alih fungsi lahan dengan pembabatan pohon mangrove telah memperburuk kondisi sumber daya potensial pesisir Indonesia.
Permasalahan lingkungan juga menghantui kawasan perkotaan. Pencemaran udara di kota-kota besar mengancam kesehatan warga. Gejala gangguan kesehatan pada balita karena terkena dampak timah hitam dari bahan bakar bensin terus diwaspadai. Kota pun mengalami krisis air bersih di beberapa titik.
Ramah lingkungan
Negara-negara maju seperti Jerman dan Korea Selatan telah berupaya untuk memaksimalkan peran dalam keselamatan bumi untuk masa depan. Program tersebut merujuk pada teknologi hijau, suatu aplikasi teknologi yang bertujuan praktis pada metode penggunaan bahan maupun proses produksi yang menghasilkan produk tidak beracun dan aman bagi lingkungan. Teknologi ramah lingkungan ini dapat berbentuk produk-produk aplikasi inovatif yang tidak merusak lingkungan dan tidak beracun untuk tubuh manusia.
Pada awal 2009, pemerintah Korea Selatan berinvestasi 38 miliar dolar AS untuk empat tahun ke depan melalui pembangunan ramah lingkungan di negaranya. “Green New Deals” adalah program untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan merangsang pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan lingkungan. Program ini meliputi 36 projek, termasuk pembangunan jaringan lintasan sepeda senilai 11 triliun won, pembangunan “Green Homes” untuk penghematan energi dengan menggunakan gas dari sampah serta pengembangan teknologi kendaraan hibrida.
Begitu juga dengan Jerman yang merintis pemanfaatan energi terbarukan menjadi atraktif dan ekonomis sejak 1990-an. Kebijakan ini melahirkan undang-undang energi terbarukan yang memberi insentif untuk pemakaian energi terbarukan. Pemerintah Federal telah mengesahkan program pelestarian energi dan iklim terpadu pada akhir 2007. Sasaran yang dituju ialah penurunan emisi CO2 sebesar empat puluh persen.
Keberhasilan negara-negara tersebut sepertinya berpijak pada level kebijakan yang lebih konkret pada tindakan dan bukan retorika pada kata dalam naskah kebijakan saja. Sepertinya, hal semacam ini menjadi pekerjaan rumah dan tugas kita bersama untuk terus mengawal setiap kebijakan ataupun program pemerintah untuk bumi Indonesia yang lebih baik di masa depan.***
Penulis, Sivitas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. (Prakoso Bhairawa Putera S.)
Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com
Hits: 223
No Comments