Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) dengan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia
Hari ini telah dilaksanakan acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) dengan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia. Bertempat di Ruang Rapat FITB, Prof. Irwan Meilano dan Prof. Agus M. Ramdhan menerima Dr. Bondan Kanumoyoso (Dekan FIB), Dr. Untung Yuwono (Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan FIB), dan Dr. Taufik Asmiyanto, M.Si (Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Ventura, dan Administrasi Umum FIB).
Acara penandatanganan PKS yang juga dihadiri beberapa dosen perwakilan KK ini memantik berbagai diskusi-diskusi kecil tentang keterkaitan antara ilmu kebumian dan ilmu budaya. Semakin ditelaah, semakin terlihat kaitannya. Berbagai diskusi itu dituangkan dalam bentuk catatan visual berikut ini.
Dalam kesempatan yang berbeda, juga telah diadakan beberapa diskusi antara Dr. Dasapta Erwin Irawan dan beberapa dosen dosen dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB dengan tema humaniora digital (digital humanities). Salah satu hasilnya adalah tulisan pendek di bawah ini.
Interaksi antara ilmu budaya dan ilmu kebumian
Oleh: Dasapta Erwin Irawan1, Nia Kurniasih2, dan Harry Nuriman2
1 Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB
2 Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB
Menghubungkan manusia dan lingkungan
Interaksi antara ilmu budaya dan ilmu bumi dapat dipahami melalui berbagai aspek, termasuk studi tentang hubungan manusia-lingkungan, sistem pengetahuan tradisional, dan lanskap budaya. Berikut adalah beberapa poin kunci hubungan antara dua bidang ini:
- Hubungan Manusia-Lingkungan: Ilmu sosial maupun ilmu kebumian sama-sama berupaya untuk memahami interaksi manusia-lingkungan, yang sangat penting untuk mengatasi masalah seperti perubahan iklim, deforestasi, dan erosi tanah. Dengan menggabungkan kedua ilmu tersebut, kita dapat memahami dengan lebih komprehensif tentang bagaimana manusia telah mengubah bentang alam dan bagaimana mereka dapat lebih baik beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya[1].
- Sistem Pengetahuan Tradisional: Ilmuwan bumi dapat bekerja sama dengan antropolog (sebagai salah satu cabang ilmu sosial) untuk mempelajari sistem pengetahuan tradisional dan menggunakannya untuk merekonstruksi kondisi lingkungan yang ada di masa lalu[1]. Kolaborasi ini dapat membantu peneliti memahami bagaimana masyarakat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan bagaimana mereka mungkin merespons tantangan lingkungan saat ini dan yang mungkin terjadi di masa depan.
- Arkeologi Budaya: Arkeolog dan antropolog budaya mempelajari budaya material dari masyarakat masa lalu, termasuk bangunan, alat, dan seni mereka[1]. Ilmuwan bumi dapat membantu merekonstruksi kondisi lingkungan yang ada selama periode ini, memberikan wawasan tentang bagaimana masyarakat ini beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan mengambil pelajaran darinya.
- Aspek Sosial dan Budaya dari Perubahan Lingkungan: Ilmu sosial, termasuk antropologi, dapat berkontribusi pada penelitian lingkungan dengan memeriksa aspek sosial dan budaya dari perubahan lingkungan. Area yang relevan termasuk ekonomi, politik, keadilan, hak milik, gerakan sosial, kepercayaan, tata kelola, konflik, konsumsi, dan migrasi[2] .
- Lanskap Budaya: Salah satu bidang ilmu yang beririsan adalah geografi. Seorang ahli geografi mempelajari hubungan spasial antara fenomena fisik dan budaya, termasuk dampak dari kekuatan budaya pada permukaan Bumi. Lanskap budaya adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan bagian dari permukaan Bumi yang telah diubah oleh manusia, yang dapat saja dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti agama, bahasa, suku, dan adat istiadat[3].
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
Hubungan timbal balik antara bumi dan budaya[4]:
- Bumi membentuk budaya: Lingkungan fisik (seperti: lanskap, lautan, iklim) menyediakan sumber daya, tantangan, dan inspirasi bagi masyarakat. Sementara itu budaya mengembangkan praktik, sistem kepercayaan, dan teknologi yang berbeda sebagai respons terhadap konteks geografis mereka. Sebagai contoh di luar Indonesia, ingat-ingat kembali saat Kaum Inuit menguasai benua Arktik, Kaum Polinesia mempelajari navigasi laut, atau teknik penghematan air dari para Badui pengembara gurun.
- Budaya membentuk Bumi: Aktivitas manusia, yang pada dasarnya adalah budaya, memiliki dampak besar pada planet ini. Pertanian, deforestasi, dan urbanisasi mengubah lanskap, mencemari lingkungan, dan berkontribusi terhadap perubahan iklim. Kesadaran budaya sangat penting untuk merancang praktik berkelanjutan dan memitigasi kerusakan lingkungan.
Wawasan interdisiplin[5]:
- Arkeologi dan geologi: Dengan menganalisis formasi batu, sedimen, dan fosil, geolog membantu arkeolog merekonstruksi lingkungan masa lalu dan memahami bangkit dan jatuhnya peradaban. Misalnya, mempelajari hasil erupsi tahun 1815 Gunung Tambora mungkin mengungkap keruntuhan tiga kerajaan yang berdiri di kakinya.
- Geografi dan antropologi: Geografer budaya mengeksplorasi bagaimana masyarakat mendefinisikan dan memanfaatkan ruang, sementara antropolog menyelidiki bagaimana praktik dan identitas budaya dibentuk oleh lingkungan lokal. Bersama-sama, mereka menawarkan pemahaman yang mendalam tentang hubungan kompleks antara orang dan tempat.
- Perubahan iklim dan ilmu sosial: Memahami bagaimana budaya yang berbeda memandang dan merespon perubahan iklim sangat penting untuk merancang strategi adaptasi dan mitigasi yang efektif. Ilmuwan sosial berkolaborasi dengan ilmuwan bumi untuk menilai dimensi manusia dari perubahan iklim dan mengembangkan solusi dan teknologi yang tepat-budaya.
Bidang yang muncul:
- Ekologi budaya: Bidang ini memeriksa hubungan timbal balik antara masyarakat manusia dan lingkungan mereka, mempelajari bagaimana budaya beradaptasi dan memodifikasi ekosistem mereka. Memahami pengetahuan ekologi tradisional dapat memberi informasi tentang praktik manajemen sumber daya yang berkelanjutan.
- Ilmu pengetahuan lingkungan: Bidang interdisipliner ini mengeksplorasi dimensi budaya dari isu-isu lingkungan, menganalisis bagaimana sastra, seni, dan filsafat dapat membentuk pemahaman kita tentang alam dan hubungan kita dengannya.
Manfaat kolaborasi:
- Pemahaman lebih menyeluruh tentang bumi dan manusia: Dengan menjembatani kesenjangan antara ilmu budaya dan ilmu bumi, kita mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang planet kita dan pengalaman manusia. Perspektif holistik ini sangat penting untuk mengatasi tantangan lingkungan yang kompleks seperti perubahan iklim dan kehilangan keanekaragaman hayati.
- Solusi inovatif: Menggabungkan sistem pengetahuan dan metodologi yang beragam dapat menghasilkan solusi yang lebih kreatif dan efektif untuk menyelesaikan masalah lingkungan. Misalnya, menggabungkan pengetahuan tradisional tentang kesiapsiagaan bencana dapat meningkatkan ketahanan komunitas dalam menghadapi bencana alam.
Ilmu budaya dan ilmu bumi berbagi fokus pada pemahaman hubungan manusia-lingkungan, pengetahuan tradisional, dan lanskap budaya. Kolaborasi mereka menawarkan pandangan holistik tentang efek kegiatan manusia pada lingkungan, membantu dalam mengatasi tantangan lingkungan saat ini. Aliansi ini sangat penting untuk masa depan yang berkelanjutan dan adil, di mana kesejahteraan manusia hidup berdampingan dengan planet ini.
Penulis: Dr. Dasapta Erwin Irawan, S.T, M.T.
Hits: 16