Membangun Kampus Adaptif: Solusi, Risiko, dan Tata Kelola yang Efektif
Membangun Kampus Adaptif: Solusi, Risiko, dan Tata Kelola yang Efektif
Oleh: Dasapta Erwin Irawan
Acara Pembekalan Dekanat dan Kaprodi ITB yang baru telah dilaksanakan pada 19 September 2025. Narasumber acara ini terdiri dari Direktorat SDM (Prof. Mutiara Rachmat Putri), Badan Perencanaan Strategis dan Manajemen Risiko (BPSMR) (Dr. Titah Yudistira), Biro Hukum (Pak Wawan Gunada, MH.), Biro Administrasi Umum (Pak Puji Subakti, M.Kom), Direktorat Pendidikan (Dr. Saiful Akbar), Direktorat Kemahasiswaan (Prof. Muhamad Insanu), Direktorat Perencanaan (Dr. Andi Cakravastia), Direktorat Keuangan (Prof. Anas Ma’ruf), dan Direktorat Logistik (Dr. Augie Widyotriatmo).
Di era perubahan yang serba cepat ini, kampus dituntut untuk mampu beradaptasi, mengelola risiko, dan mengambil keputusan yang benar-benar berdampak. Berbagai catatan, diskusi, dan pengalaman di lingkungan perguruan tinggi menunjukkan bahwa tata kelola yang efektif bukan sekadar menambah aturan, melainkan keberanian memilih solusi yang relevan, sederhana, dan berorientasi pada kemajuan bersama.
Tata Kelola SDM dan Organisasi: Fleksibilitas adalah Kunci
Pengelolaan SDM dan organisasi kampus tidak bisa lagi bertumpu pada birokrasi kaku. ITB sebagai kampus PTN-BH harus mengenali dan memanfaatkan kewenangan otonominya sesuai peraturan perundangan untuk mencapai tujuan institusi. Keputusan harus berada di tangan manajemen yang responsif terhadap kebutuhan nyata.
Pengembangan kompetensi yang diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan melalui sistem remunerasi yang adil untuk seluruh warga kampus (dosen dan tendik) menjadi prioritas utama dalam mencapai tujuan bersama. Kewenangan yang dimiliki perlu dimanfaatkan secara legal dan efektif untuk memperkuat tata kelola SDM dan organisasi.
Identifikasi Risiko dan Penyederhanaan Aturan
Badan Perencanaan Strategis dan Manajemen Risiko (BPSMR) merupakan badan baru di ITB. Risiko tidak hanya terkait kegiatan berbahaya, tetapi mencakup seluruh aktivitas ITB—baik di masa lalu, saat ini, maupun masa depan. Oleh karena itu, para pejabat perlu memahami wawasan manajemen risiko secara menyeluruh. BPSMR telah menyusun daftar risiko (Risk Register) untuk program dan kegiatan umum.
Setiap unit kerja akan diminta mengidentifikasi potensi risiko yang khas di Fakultas/Sekolah masing-masing. Identifikasi risiko sejak awal sangat penting untuk mencegahnya berkembang menjadi masalah serius.
Otonomi Kampus: Peluang yang Belum Dimaksimalkan
Banyak PTN-BH seperti ITB belum sepenuhnya memanfaatkan otonomi yang dimiliki. PTN-BH perlu menelaah otonomi apa saja yang belum digunakan—selain yang sudah sering kita laksanakan, misalnya: kebebasan dalam merancang kurikulum, pengembangan kerjasama internasional, pengelolaan aset, rekrutmen tenaga ahli, atau pembentukan badan usaha—untuk dimanfaatkan secara optimal dalam pencapaian tujuan institusi.
Kuncinya adalah keberanian memulai, menata peraturan, dan memperkuat kebijakan umum yang relevan dengan kebutuhan institusi.
Kepemimpinan dan Etika: Menjadi Motor Perubahan
Kepemimpinan yang efektif mampu menerapkan kebijakan secara adil dan mendorong perbaikan berkelanjutan. Untuk pelanggaran etika, baik oleh dosen maupun mahasiswa, disiplin dapat diterapkan dengan rekomendasi hukum yang transparan, tetapi tetap mengutamakan pembinaan.
Setiap pelanggaran harus segera ditindaklanjuti (baca diproses hukum) tanpa penundaan untuk mencegah normalisasi perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai institusi dan memberikan efek jera. Namun, penting untuk tetap mempertimbangkan aspek edukasi dan pembinaan dalam setiap proses penindakan. Peran dan tanggung jawab di tingkat fakultas harus didefinisikan dengan jelas untuk menghindari tumpang tindih.
Proses Hukum dan Legalitas: Penyederhanaan dan Efisiensi
Tidak semua aktivitas memerlukan legalitas berlapis. Kalau ada kegiatan hanya diperlukan undangan, misal undangan dosen tamu, maka tidak perlu dibuatkan SK untuk dosen tamu. Hal-hal yang tidak perlu dibuat, jangan dibuat.
Dalam skema swakelola, sebaiknya hindari penerapan denda keterlambatan atau blacklist. Jika terjadi sengketa, penyelesaian melalui arbitrase lebih adil dan efisien. Hukum dan regulasi harus menjadi obat—solusi yang menyembuhkan, bukan menciptakan masalah baru.
Peraturan sebaiknya ditulis secara ringkas dan jelas dengan fokus pada tujuan utama. Regulasi yang efektif menyatakan secara eksplisit apa yang diinginkan untuk menghindari penafsiran ganda. Untuk itu, fakultas/sekolah dapat mengajukan peninjauan terhadap regulasi yang ada. Ingatlah bahwa hukum selalu berorientasi ke masa depan, bukan ke masa lalu.
Ketegasan, Etika, dan Kepemimpinan: Menemukan Titik Tengah
Solusi tata kelola tidak selalu tentang ketegasan mutlak. Ketegasan perlu disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan, bukan sekadar mengikuti prosedur lama yang sering mengabaikan kebutuhan nyata dosen dan mahasiswa. Untuk kasus pelanggaran, baik akademik maupun etika, penting untuk mempertimbangkan apakah tindakan disiplin benar-benar solusi, atau justru revisi alur dan pembinaan akan lebih berdampak.
Kepemimpinan organisasi, khususnya di institusi seperti ITB, harus mampu membaca situasi dan bertindak saat sesuatu sudah tidak efektif. Jika peran dan tanggung jawab belum jelas, lakukan peninjauan dan penataan ulang untuk menghindari kebingungan atau konflik. Setiap perubahan harus dipandu dengan komunikasi yang baik agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan bagi pihak manapun.
Proses hukum dan rekomendasi legal juga harus diarahkan pada solusi, bukan sekadar formalitas. Tindakan hukum pasif/aktif harus dipertimbangkan berdasarkan urgensi dan dampak, dengan menggunakan prosedur.
Jika Anda memiliki kewenangan, manfaatkan secara maksimal untuk menyelesaikan masalah. Bertanya dengan tepat, bersikap tegas bila perlu, dan mengajukan argumentasi yang konstruktif adalah modalnya.
Penutup: Bergerak Maju dengan Solusi dan Kolaborasi
Dengan mengutamakan solusi, penyederhanaan, dan kolaborasi, kampus dapat membangun lingkungan yang sehat, produktif, dan adaptif terhadap perubahan. Tata kelola yang baik bukan tentang menambah aturan, tetapi tentang keberanian mengambil keputusan yang berdampak nyata bagi seluruh sivitas akademika.
Kesimpulan: Kampus yang BERBASIS SOLUSI
Kampus yang adaptif dan berkelanjutan lahir dari keberanian mengambil keputusan berbasis solusi, bukan sekadar menambah aturan. Kunci suksesnya adalah tata kelola yang responsif, identifikasi risiko sejak dini, serta pemanfaatan otonomi dan sumber daya secara optimal. Dengan demikian, setiap kebijakan benar-benar menjadi alat pemecah masalah, bukan sekadar formalitas.
Hits: 3
No Comments