Ini Tentang Presensi
Ini Tentang Presensi
Oleh: Dasapta Erwin Irawan (WDS FITB)
Selamat sore Ibu dan Bapak, izinkan saya menyampaikan informasi hasil konsultasi saya tadi siang di kantor hukum kampus.
Perdebatan Sepanjang Masa Mengenai Perlu atau Tidaknya Presensi Dosen
Perdebatan mengenai keharusan dosen mengisi presensi kehadiran merupakan isu yang cukup sensitif di lingkungan akademik. Di satu sisi, sebagian besar dosen merasa bahwa pekerjaan mereka bersifat fleksibel dan tidak terikat waktu, dengan output berupa penelitian, pengajaran, dan pengabdian masyarakat yang dapat diukur kualitasnya tanpa perlu memantau jam kehadiran. Kelompok ini berargumen bahwa sistem presensi mengekang kebebasan akademik dan mengurangi fokus pada hasil kerja.
Di sisi lain, lembaga pendidikan dan aturan pemerintah menekankan pentingnya presensi sebagai bentuk akuntabilitas, transparansi penggunaan dana publik, dan bukti hukum yang diperlukan dalam sistem administrasi negara. Meskipun terkesan birokratis, presensi tetap menjadi komponen penting dalam sistem manajemen institusi pendidikan modern yang harus menyeimbangkan kebebasan akademik dengan tuntutan administratif.
Ringkasan Diskusi
Awalnya saya berkonsultasi mengenai hal lain, namun pembicaraan kemudian mengarah pada topik presensi (yang biasa kita sebut absensi). Tentu saja, saat berdiskusi, saya juga banyak melemparkan berbagai argumentasi (tidak perlu saya jelaskan). Berikut poin-poin penting dari diskusi tersebut:
- Presensi bersifat wajib karena menjadi bukti bahwa kita hadir dan dalam kondisi sehat untuk bekerja. Presensi adalah salah satu objek pemeriksaan pertama bila ada indikasi kasus. Kasus keuangan bisa diselamatkan, karena ada presensi. Sebaliknya, masalah keuangan juga bisa berawal dari presensi yang kosong.
- Presensi dapat dilakukan melalui mesin pindai jari atau melalui website HRIS. Presensi bisa dilakukan dari mana saja, selama kita memang sedang menjalankan tugas atau pekerjaan, dan memang sedang tidak cuti atau bukan hari libur. Kalau ini sudah jelas. Gunakan opsi “remote” kalau Ibu dan Bapak sedang di luar kampus, dan “on site” kalau Ibu dan Bapak sedang di dalam kampus. Kalau ragu, lebih baik diulang saja presensinya.
- Presensi adalah bukti kehadiran (bukan bukti kegiatan), sedangkan surat tugas adalah bukti kegiatan. Keduanya memiliki fungsi berbeda dan tidak perlu dipertentangkan. Konsepnya sesederhana. Jadi yang mengisi presensi mestinya menjadi kebiasaan yang automatis saja. Tidak perlu mengingat sudah ada surat tugas atau tidak. Lagipula kita sering baru sadar butuh surat tugas setelah tugasnya selesai. Masalahnya laporan kegiatan ratusan halaman, saat ini belum bisa menjadi bukti kegiatan. Zamannya masih begitu, mari kita maklumi bersama. Jadi isi saja presensi HRIS-nya dulu.
- Kegiatan dibuktikan dengan Surat Tugas. Lalu sekiranya butuh pembuktian kegiatan, maka surat tugas perlu diurus via Ketua KK. Kalau sekiranya tidak butuh, ya tidak masalah, presensi sudah diisi. Secarik kertas surat tugas itulah yang akan membuktikan kegiatan Ibu dan Bapak.
- Saya paham kalau Ibu dan Bapak protes. Saya juga inginnya dosen itu bisa bebas merdeka, tidak perlu presensi. Tetapi mari perlu kita maklumi sama-sama, peraturan negara masih melihat presensi sebagai hal yang penting. Jadi mari kita anggap mengisi presensi adalah hal biasa dan hal kecil yang automatis saja, seperti lagu, “Bangun tidur, ku terus mandi, tidak lupa mengisi HRIS… (lanjutkan)”.
Terima kasih sudah membaca sampai akhir. 🙏
Hits: 1
No Comments