Sisi Substansi dan Administrasi dalam Penerbitan Buku
Sisi Substansi dan Administrasi dalam Penerbitan Buku
Ini cerita saya tentang menerbitkan buku di Penerbit yang bukan Penerbit ITB.
Tiga puluh tahun lalu, menerbitkan buku mungkin adalah momen puncak bagi seorang akademisi. Prosesnya sarat makna. Penulis mengajukan naskah, dan jika diterima, penerbit akan mengambil alih semua. Mulai dari editing, desain, hingga distribusi. Sistem royalti menjadi bukti kepercayaan penerbit pada nilai dan potensi pasar buku tersebut. Mereka berani menginvestasikan modal karena yakin buku itu akan laku. Jadi karena penerbit buku berpotensi laris terjual, maka mereka bersedia memodali proses penerbitannya.
Namun, zaman sudah banyak berubah. Saat ini, khususnya di dunia akademis, sistem royalti hampir tidak lagi digunakan, terutama untuk buku-buku saintifik. Yang kita temukan saat ini adalah praktik self-publishing atau penerbitan mandiri. Praktik ini sebenarnya juga sudah dikenal sejak lama. Bedanya dengan penerbitan konvensional adalah semua biaya penerbitan ditanggung oleh penulis atau institusi penulis. Peran penerbit bergeser, dari investor menjadi penyedia jasa penerbitan.
- Kenapa ini terjadi? Ya bayangkan saja kewajiban khusus bagi dosen Guru Besar tiap tiga tahun adalah menerbitkan buku. Kalau Anda lupa silahkan membuka laman BKD Anda.
Pergeseran ini mengubah cara pandang kita terhadap buku. Sebuah buku tidak lagi hanya dipandang sebagai produk intelektual, melainkan juga sebagai komoditas administratif. Buku menjadi bukti fisik yang melengkapi laporan kinerja akademisi. Di sinilah kita, para akademisi, dihadapkan pada sebuah pilihan penting. Di satu sisi, ada kemudahan administratif. Di sisi lain, kita tidak boleh melupakan nilai hakiki dari sebuah buku. Buku bukanlah sekadar laporan pertanggungjawaban atau bukti administrasi. Buku adalah media untuk mendokumentasikan pencarian dalam jangka waktu yang jauh lebih panjang dibanding artikel ilmiah.
Artikel ilmiah memang esensial untuk mempublikasikan temuan-temuan terbaru secara cepat. Namun, buku memberikan ruang yang lebih luas. Di dalamnya, kita bisa merangkai alur pemikiran, menceritakan proses penelitian secara utuh, dan mendokumentasikan setiap langkah “pencarian” yang telah kita lakukan. Buku menjadi warisan intelektual yang bisa diakses oleh generasi mendatang. Oleh karena itu, di tengah arus perubahan ini, kita harus tetap memandang buku sebagai puncak dari sebuah proses penelitian, sebuah karya yang matang dan bernilai.
Menyimak paragraf di atas, maka zaman sekarang, jangan lagi berpikir buku Anda akan dipajang di etalase Gramedia. Itu tidak akan terjadi, kecuali buku Anda adalah buku motivasi atau novel.
Memahami Proses Administrasi
Ada anggapan umum di lingkungan akademis, termasuk di institusi kita, bahwa proses pencairan dana itu lambat dan berbelit-belit. Anggapan ini sering membuat kita memilih jalan pintas dengan menalangi biaya pribadi terlebih dahulu, berharap bisa diganti nantinya. Padahal, praktik reimbursement ini justru yang seringkali menimbulkan masalah. Tanggal pembayaran pajak oleh penerbit dan tanggal pencairan dana dari institusi bisa berbeda, dan ini berpotensi menjadi temuan saat audit.
Jadi sekali lagi jangan menggunakan proses reimbursement. Atau setidaknya kontak saya sebelum bertransaksi.
Faktanya, proses pencairan dana untuk penerbitan buku dapat berjalan sangat cepat. Kuncinya adalah mengikuti alur yang benar dan menyiapkan semua dokumen dengan lengkap. Proses ini sebenarnya tidak rumit, asalkan kita tahu apa saja yang dibutuhkan. Ya ini prinsip umum ya, semua terlihat mudah kalau tahu caranya. Supaya tahu, Anda hanya perlu bertanya ke fakultas.
Pertama, pastikan naskah sudah siap cetak. Ini adalah syarat paling utama, karena naskah adalah produk inti yang akan diterbitkan dan menjadi dasar ITB membayar Penerbit.
Kedua, pastikan Penerbit sudah terdaftar sebagai vendor di institusi. Bila Penerbit belum terdaftar sebagai vendor, Anda perlu meminta beberapa dokumen yang pasti dimiliki oleh Penerbit. Kalau Penerbit tidak punya salah satu saja, maka batalkan. Cari rekanan Penerbit lain:
- KTP pemilik dan NPWP perusahaan penerbit
- Buku tabungan atau referensi bank milik penerbit
- NIB (Nomor Induk Berusaha)
- Bukti keanggotaan IKAPI
Saya sebagai WDS yang sekaligus dosen aktif paham, kalau dosen itu anti hal-hal administrasi seperti ini. Maka yang perlu Anda lakukan hanya kontak Admin KK. Bilang saya akan menerbitkan buku di Penerbit X. Kasih info kontaknya. Lalu Admin KK akan kontak saya.
Ketiga, siapkan dokumen pendukung yang dibutuhkan untuk proses pencairan dana, yaitu:
- Kuitansi dari penerbit sebagai bukti transaksi.
- Faktur pajak yang timbul karena ITB membayar jasa penerbitan.
Jika semua dokumen ini sudah lengkap dan sesuai, proses pencairan dana dari institusi ke penerbit dapat selesai hanya dalam dua hari. Uang akan sudah sampai ke rekening Penerbit, sehingga mereka bisa mulai bekerja. Ini menunjukkan bahwa dengan mengikuti alur yang semestinya, kita bisa mendapatkan kemudahan tanpa harus menanggung risiko administratif. Kemudahan ini seharusnya menjadi motivasi untuk terus berkarya, bukan jebakan yang membuat kita abai pada kualitas.
Saya paham kalau terkadang “dua hari” itu tidak terjadi, biasanya makin ke akhir tahun, maka durasi proses memanjang menjadi setidaknya 5 hari kerja. Maka dari itu, prinsip jangan mepet akan berlaku. Setidaknya Anda sekarang memahami alurnya.
Hits: 3
No Comments