Enter your keyword

Seni Komunikasi dengan Kerendahan Hati di Tempat Kerja

Seni Komunikasi dengan Kerendahan Hati di Tempat Kerja

Seni Komunikasi dengan Kerendahan Hati di Tempat Kerja

Seni Komunikasi dengan Kerendahan Hati di Tempat Kerja

Oleh: Dasapta Erwin Irawan

Saya menemukan video ini secara kebetulan. Blog post berikut merupakan ringkasannya.


Di dunia di mana keterampilan teknis dapat diotomatisasi atau dialihdayakan, kemampuan untuk berkomunikasi dengan kemurahan hati, inisiatif, momentum, dan transparansi menjadi pembeda yang sangat berharga. Seperti yang diingatkan Glickman kepada kita, menjadi baik saja tidak cukup—tetapi menjadi hebat dalam komunikasi dapat mengubah perjalanan profesional Anda. Tapi tentu saja, Anda wajib bisa bekerja, bukan hanya bisa ngomong. 🙂

To listen more. Listening to learn rather than listening to refute.

Bercakap dengan Kerendahan dan Kemurahan Hati

Dalam lanskap profesional yang kompetitif saat ini, sekadar menjadi “baik” dalam pekerjaan Anda tidak lagi cukup untuk menonjol. Seperti yang ditekankan Jodi Glickman, penulis “Great on the Job,” dalam percakapannya dengan Rodger Dean Duncan, komunikasi tempat kerja yang efektif membutuhkan lebih dari sekadar kompetensi—ini menuntut kerendahan/kemurahan hati, inisiatif, momentum ke depan, dan transparansi.

Inti dari komunikasi yang kuat terletak pada kemurahan hati. Ini bukan tentang memberi materi, tetapi lebih tentang bagaimana Anda berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi yang rendah hati/murah hati berarti mendengarkan untuk memahami daripada untuk membantah (listening to understand/learn the problem/situation, rather than listening to refute/defend)—menciptakan ruang untuk pertukaran yang tulus daripada sekadar menunggu giliran Anda untuk berbicara. Seperti yang ditunjukkan Glickman, “Kesuksesan dalam bisnis semuanya tentang hubungan pribadi. Selalu begitu, dan akan selalu begitu.”

Jadi upayakan setiap kata, kalimat, sikap yang Anda sampaikan dan tunjukkan saat berbicara punya peluang untuk keliru. Anda akan lebih berhati-hati saat berbicara. Lawan bicara juga pasti akan merasa Anda tidak sedang sembarangan berbicara.

Empat Pilar Komunikasi Efektif

Pendekatan Glickman bersandar pada empat elemen penting saat berkomunikasi:

  • Kemurahan Hati: Lebih dari sekadar mendengarkan, kemurahan hati dalam komunikasi termasuk menawarkan umpan balik yang spesifik dan jujur—”tindakan kemurahan hati tertinggi karena Anda meluangkan waktu untuk berinvestasi pada pengembangan orang lain.”
  • Inisiatif: Mengambil langkah pertama, mengajukan pertanyaan yang bijaksana, dan menunjukkan keterlibatan menunjukkan bahwa Anda menghargai interaksi dan hubungan tersebut.
  • Momentum ke Depan: Selalu fokus pada langkah selanjutnya—apa yang dapat Anda lakukan setelah percakapan untuk memajukan hal-hal? Pola pikir yang berorientasi pada tindakan ini menciptakan kemajuan dan menunjukkan komitmen.
  • Transparansi: Seperti yang didefinisikan Glickman, transparansi berarti “tetap berada di depan masalah, berkomunikasi secara terbuka dan proaktif, dan tidak pernah berasumsi bahwa informasi yang lebih sedikit adalah lebih baik.”

Mempertahankan Perspektif sebagai Orang Luar

Salah satu wawasan Glickman yang paling menarik adalah tentang perspektif. Ketika Anda sepenuhnya terintegrasi ke dalam sistem atau organisasi, Anda berisiko kehilangan kemampuan untuk melihat hal-hal dengan jelas. Ini biasa kan, kalau sudah di dalam sistem, Anda jadi sulit melihat kekurangan yang biasa dilihat saat masih di luar.

“Ketika Anda menjadi bagian dari sistem, orang sering berhenti mendengarkan Anda, maka lebih baik mempertahankan perspektif sebagai orang luar.” Misal: Anda sering mengritik pimpinan sebuah lembaga. Saat Anda jadi pengelola lembaga itu, bisa jadi Si Pimpinan itu akan menganggap kritik Anda biasa saja, karena Anda jadi “orang dalam”.

Pola pikir orang luar ini memungkinkan Anda untuk tetap objektif, mengajukan pertanyaan yang lebih baik, dan menawarkan wawasan yang mungkin terlewatkan oleh lawan bicara (misal: pimpinan).

Aplikasi Praktis

  • Anda perlu mengatur mengelola ekspektasi saat memberikan atau menerima tugas, misal: Anda menugaskan Si A yang baru dimutasi ke unit kerja Anda. Jangan Anda berharap Si A dapat melaksanakan tugas sebaik Si B yang sudah lama bekerja dengan Anda. Sebaliknya, ketika Anda sudah masuk ke dalam sebuah lembaga, jangan berharap banyak untuk mendapat tugas di bagian yang disukai. Bisa jadi bukan itu yang terjadi.
  • Kembangkan metode yang lebih baik untuk meminta dan menerima umpan balik tentang kinerja Anda. Ini penting, karena Anda akan selalu tidak sempurna. Jadi selalu buka ruang buat orang lain memberikan masukan. Sikap ini berlaku seremeh misalnya membuat surat yang diminta oleh pimpinan. Jangan berharap sekali langsung benar. Jarang sekali itu terjadi.
  • Berlatih menawarkan umpan balik yang murah hati dan spesifik kepada rekan kerja. Jadi kalau ingin membantu, jangan setengah-setengah. Tentu ini akan berhubungan dengan kemampuan Anda ya. Jangan membantu hal-hal yang di luar kemampuan Anda.
  • Saat membahas suatu hal, jangan fokus ke kesalahan yang sudah terjadi. Kesalahan siapapun. Fokuskan percakapan pada langkah-langkah selanjutnya dan hasil yang dapat ditindaklanjuti. Tapi tentu saja, itu hanya akan terjadi kalau setiap pihak yang sedang berkomunikasi menyadari bahwa kesalahan bisa saja dari dia.Thanks for reading Buletin Akademia Terbalik! This post is public so feel free to share it.

Hits: 7

EnglishIndonesia