Menyingkap Rahasia Timah dan Besi di Belitung
MENYINGKAP RAHASIA Timah dan Besi DI BELITUNG
Oleh: Dasapta Erwin Irawan
Pulau Belitung menyimpan lebih dari sekadar panorama pantai dan batuan granit yang memesona. Di wilayah Batubesi, para peneliti menemukan cerita geologi yang mengubah cara pandang terhadap eksplorasi mineral di Indonesia. Selama ini, endapan timah dan besi di Belitung sering diasosiasikan dengan batuan pegmatit. Namun, riset terbaru menunjukkan bahwa di Batubesi, mineral-mineral tersebut justru terbentuk melalui proses skarn—interaksi antara intrusi granit dan batuan sedimen halus yang menghasilkan zona mineralisasi kaya garnet dan magnetit.

Skarn adalah zona rekonstruksi mineral yang terbentuk ketika fluida panas dari granit bereaksi dengan batuan di sekitarnya, mengganti mineral lama dengan mineral baru dan menambahkan mineral bijih seperti cassiterite (timah) dan magnetit (besi). Di Batubesi, proses ini terjadi pada batuan meta-siltstone, tanpa kehadiran batuan karbonat, membuktikan bahwa skarn bisa tumbuh di lingkungan yang tidak biasa. Di tepi granit, terdapat lapisan greisen tipis yang kaya kuarsa dan muskovit, sementara tubuh skarn yang lebih dalam melebar hingga ratusan meter, berisi garnet dan magnetit dominan, serta urat mineral seperti fluorite dan sulfida.

Temuan ini memiliki dampak besar bagi strategi eksplorasi. Dengan memahami bahwa timah hadir sebagai cassiterite halus di zona skarn yang paling terpengaruh fluida, tim eksplorasi dapat memfokuskan pemetaan pada area dengan alterasi intens. Untuk mendeteksi mineral yang terlalu kecil untuk dilihat langsung, para peneliti menggunakan teknik analitik mikro yang canggih. Salah satunya adalah SEM-EDX (Scanning Electron Microscope with Energy Dispersive X-ray Spectroscopy), yang memungkinkan pengamatan permukaan mineral dengan resolusi tinggi sekaligus analisis unsur kimia penyusunnya. Teknik lainnya adalah Micro-XRF (Micro X-ray Fluorescence), yang digunakan untuk memetakan distribusi unsur kimia dalam sampel batuan secara lokal dan non-destruktif. Sementara itu, XRD (X-ray Diffraction) digunakan untuk mengidentifikasi fase kristalin dalam sampel, membantu menentukan jenis mineral berdasarkan struktur kristalnya.

Penelitian ini ditulis oleh Aryo Dwi Handoko (penulis korespondensi), Mochamad Slamet Sugiharto, Syafrizal, Alfend Rudyawan, dan Benyamin Sapiie. Mereka berasal dari Institut Teknologi Bandung (FITB dan FTTM), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta PT TIMAH Tbk. Artikel ilmiah mereka telah diterbitkan di jurnal internasional Rudarsko-geološko-naftni zbornik (The Mining-Geology-Petroleum Engineering Bulletin) dan dapat diakses melalui DOI: https://doi.org/10.17794/rgn.2025.5.7.
Kesimpulannya, Batubesi bukanlah ladang pegmatit seperti yang selama ini diduga. Ia adalah contoh nyata bagaimana interaksi antara granit dan fluida panas dapat menciptakan sistem skarn yang prospektif, bahkan tanpa kehadiran batuan karbonat. Riset ini tidak hanya memperkaya pemahaman geologi regional, tetapi juga memberikan arah baru bagi eksplorasi mineral yang lebih efisien dan berkelanjutan.
SDG: SDG 9, SDG 12, SDG 13, SDG 15, SDG 17
******
Salam
Rudi
Staf Sistem Informasi
Hits: 6