Pelajaran dari Erupsi Gunung Semeru: Air, Uap Panas, dan Bahaya yang Mengintai
Pelajaran dari Erupsi Gunung Semeru: Air, Uap Panas, dan Bahaya yang Mengintai
Oleh: Dr. Eng. Asep Saepuloh.
Gunung Semeru, puncak tertinggi di Pulau Jawa, kembali mengingatkan kita akan kekuatan alam yang tak terduga. Pada 19 November 2025, Semeru meletus dahsyat dengan awan panas guguran meluncur sejauh 13 km ke arah tenggara dan selatan. Kolom abu membumbung hingga 2.000 meter di atas puncak, memaksa status dinaikkan ke Level IV (Awas) dan ratusan warga serta pendaki dievakuasi. Peristiwa ini menambah panjang daftar erupsi Semeru yang hampir selalu berulang setiap tahun, terutama saat musim hujan bulan Desember—seperti tragedi besar Desember 2021, erupsi Desember 2022, aktivitas tinggi Desember 2023, dan Desember 2024.
Pola Letusan yang Berulang di Musim Hujan
Hujan lebat di daerah tropis seperti Indonesia punya peran penting. Air hujan yang meresap ke dalam gunung bisa memicu erupsi freatik—yaitu ledakan uap air yang terjadi ketika air bertemu dengan batuan panas di bawah permukaan gunung.
Ada tiga jenis erupsi gunung api:
-
Erupsi freatik: Ledakan uap air saja, tanpa magma keluar. Biasanya kecil dan hanya berdampak di sekitar kawah.
-
Erupsi magmatik: Magma (batuan cair panas) keluar dari dalam bumi.
-
Erupsi freatomagmatik: Campuran keduanya—air bertemu magma.
Yang perlu diwaspadai adalah meski erupsi freatik terlihat kecil, ledakan uapnya bisa memicu erupsi magmatik yang lebih besar. Getaran dari ledakan freatik bisa membuka jalur bagi magma untuk naik ke permukaan (proses yang disebut vent clearing). Inilah bahaya tersembunyi yang sulit diprediksi.
Lebih Dalam Tentang Mekanisme Freatik: Bagaimana Air Hujan Dapat Memicu Letusan
Selain kontak langsung antara air hujan dengan batuan panas di permukaan, erupsi freatik juga bisa dipicu oleh proses yang lebih rumit—yaitu ketika sumber panasnya berasal dari dalam bumi yang lebih dalam. Dalam kondisi ini, air hujan berperan seperti “pemicu” yang mengubah suhu dan tekanan di perut gunung api.
Prosesnya terjadi dalam beberapa tahap:
-
Gas dan cairan panas dari magma yang terkumpul di ruang tertutup di dalam gunung, menciptakan tekanan yang sangat tinggi.
-
Air hujan yang meresap bertemu dengan cairan panas ini, lalu membentuk endapan mineral (seperti belerang) yang menyumbat celah-celah batuan. Akibatnya, cairan panas terjebak dan tekanannya terus naik.
-
Ketika tekanan sudah terlalu besar, terjadi pelepasan mendadak—seperti tutup panci presto yang terbuka—dan memicu letusan uap air (erupsi freatik).
Jadi tekanan berlebih yang terjebak di dalam gunung adalah penyebab utama erupsi, sementara air hujan mempercepat proses tersebut dengan menambah kandungan air yang meresap ke tubuh gunung.
Rekaman Video Menunjukkan Urutan Proses Letusan
Rekaman CCTV erupsi Semeru 19 Desember 2023 memperlihatkan asap putih—tanda adanya uap air—muncul hanya 3 detik sebelum asap hitam dan awan panas keluar (lihat Gambar 1). Urutan ini menguatkan dugaan bahwa ledakan uap air (letusan freatik) terjadi lebih dulu, baru kemudian diikuti oleh keluarnya material magma. Sayangnya, dugaan ini sulit dibuktikan karena waktunya terlalu singkat dan alat pemantauan belum bisa mendeteksi perubahan yang sangat cepat seperti itu.

Urutan letusan Semeru Desember 2023 dari CCTV pemantauan menunjukkan tahapan letusan, mulai dari asap putih (semburan uap) hingga awan panas.
Belajar dari Gunung Semeru untuk Mengurangi Risiko Bencana
Untuk mengurangi risiko bencana, kita perlu memantau curah hujan dan mempelajari bagaimana air bergerak di dalam gunung. Gunung api tropis seperti Semeru tidak hanya dipengaruhi oleh magma panas, tetapi juga oleh air hujan yang meresap ke dalam tanah melalui celah-celah batuan.
Air yang biasanya menjadi sumber kehidupan, bisa berubah menjadi pemicu bencana jika tidak dipahami dengan baik. Erupsi Semeru mengajarkan kita bahwa bencana tidak hanya disebabkan oleh magma saja, tetapi juga oleh pertemuan antara air, panas, dan struktur gunung api.
Teknologi pemantauan gunung api harus lebih canggih—tidak hanya memantau aktivitas magma, tetapi juga memantau pergerakan air di dalam gunung. Dengan cara ini, masyarakat yang tinggal di lereng gunung dapat hidup lebih aman. Di negara tropis seperti Indonesia, air bisa menjadi sahabat sekaligus ancaman.
Email: saepuloh@itb.ac.id | Blog: www.asepsaepuloh.com
Hits: 3
No Comments