Karena “selesai” sering lebih baik daripada “sempurna”
Mencermati beberapa proposal dari Ibu dan Bapak dosen FITB yang lolos seleksi hibah, saya jadi ingat gambar saya tempo hari dan membuat saya ingin menulis.
Ini hasilnya…
Kita mungkin merasa jadi orang yang selalu punya banyak ide. Mulai dari proposal penelitian baru hingga solusi kreatif untuk masalah lingkungan, pikiran kita sangat produktif dan nyaris tidak pernah berhenti, bahkan saat tidur. Tapi pernahkah Anda berpikir tentang nasib ide-ide bagus kita—apakah semuanya terwujud atau tidak?
Saya membuat gambar di atas pada tanggal 25 Juni ‘25 untuk menunjukkan situasi yang kita (termasuk saya) semua alami di FITB (terinspirasi dari Growth By Visuals). Gambar itu membandingkan dua keadaan: “YANG SEHARUSNYA TERJADI…” dan “YANG SELALU TERJADI…”, membandingkan jumlah draf dengan pesan atau dokumen yang terkirim.
Bagian kanan (“Yang Selalu Terjadi”) pasti lebih akrab bagi kita. Di sini, ide hanya menjadi draf. Ada lima draf, tapi tidak ada satupun yang selesai atau terkirim. Ini bisa berupa pertanyaan penelitian yang tidak pernah menjadi proposal lengkap, desain proyek yang tetap sebagai sketsa, atau analisis yang tetap ada di pikiran kita saja. Atau sesederhana pemikiran, kenapa orang-orang kok sulit parkir lurus.
Mari kita ingat-ingat lagi selama ini apa yang kita lakukan terhadap ide-ide itu. Bagaimana kita memperpendek jarak antara ide awal dan hasil akhir? Mungkin dengan menciptakan lingkungan yang mendukung untuk saling berbagi dan memperbaiki ide, lalu berlanjut ke bekerja sama.
Setelah itu, yang penting kita menyadari bahwa “selesai” sering lebih baik daripada “sempurna”.
Mari berusaha mengubah lebih banyak “draf” menjadi “terkirim”, setidaknya terwujud jadi barang, bukan hanya abstrak di dalam pikiran.
Bagaimana menurut Anda? Apakah artikel ini mirip dengan pengalaman Anda?
Hits: 1